Belajar....Berlatih...Amalkan...!!!

Belajar....Berlatih...Amalkan...!!!
Kobarkan Semangat Berlatih WUJUDKAN UNTUK BERKARYA...BERBAKTI...DAN BERPRESTASI

Senin, 17 Januari 2011

Indonesia adalah Negara pihak Konvensi Jenewa 1949

Melalui UU No 59 tahun 1958, Indonesia telah menyatakan diri untuk ikut serta dalam seluruh Konvensi Jenewa 1949. Oleh karenanya, Indonesia berkewajiban mengatur penggunaan lambang pembeda dalam sebuah undang-undang nasional.

• Melalui Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No 1 tahun 1962, Indonesia telah menentukan lambang palang merah sebagai lambang yang digunakan oleh jawatan kesehatan angkatan darat, laut dan udara.

• Kewajiban Negara membuat undang-undang nasional terkait perlindungan lambang pembeda, sudah dipenuhi oleh pemerintah Indonesia dengan mengajukan RUU Lambang Palang Merah yang saat ini sudah berada di tingkat pansus DPR RI untuk menunggu pengesahannya.

• Namun demikian, masih ada sebagian pendapat dari beberapa fraksi yang menghendaki agar Indonesia boleh menggunakan dua lambang pembeda dan memisahkan kepentingan antara kepentingan internasional dengan kepentingan nasional.

• Dengan kata lain, pada tingkat internasional disepakati oleh DPR untuk hanya menggunakan satu lambang pembeda yaitu lambang palang merah oleh kesatuan medis TNI dan oleh perhimpunan nasional di Indonesia yaitu Palang Merah Indonesia.

• Namun pada tingkat nasional, lambang-lambang pembeda diusulkan untuk boleh digunakan pula oleh pihak-pihak selain kesatuan medis TNI dan selain perhimpunan nasional PMI. Artinya, lambang palang merah dan lambang pembeda lain yaitu lambang bulan sabit merah boleh digunakan secara bebas oleh pihak-pihak selain yang tercantum dalam Konvensi Jenewa 1949, misalnya oleh LSM atau organisasi masyarakat dan sebagainya. Pendapat sebagian fraksi di DPR tersebut tentunya bertentangan dengan Konvensi Jenewa 1949 dan Statuta Gerakan.

• Oleh karena itu, jika Negara Indonesia tidak dapat secara tegas mengatur perlindungan terhadap lambang-lambang pembeda baik diwaktu perang dan damai, bahkan sebaliknya, terus melakukan dan membiarkan berbagai pelanggaran atas ketentuan internasional yang telah disepakati, sebaiknya Indonesia secara konsisten mengajukan saja pencabutan ratifikasi atas Konvensi Jenewa 1949 yang telah ditanda-tangani oleh Indonesia sejak 1958.

• Pencabutan ratifikasi atas Konvensi Jenewa 1949, akan membebaskan Indonesia dari kewajiban-kewajiban mengikuti ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi-konvensi Jenewa 1949.

• Pun tidak ada kewajiban perhimpunan nasional untuk mengikuti Statuta Gerakan karena keberadaan perhimpunan nasional di Indonesia sebagai bagian dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional pun menjadi suatu ketentuan yang tidak dapat diakui lagi keberadaannya.

• Artinya, tidak akan ada satu pun organisasi yang akan diakui secara internasional menjadi bagian dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Namun bisa saja rakyat Indonesia dengan menepiskan rasa malu, tetap menggunakan lambang-lambang tersebut secara bebas tanpa ada konsekuensi apapun, walaupun Indonesia tidak berhak lagi mengenakan lambang-lambang pembeda tersebut.

• Pencabutan ratifikasi atas Konvensi-konvensi Jenewa 1949 akan membebaskan Indonesia dari ketentuan untuk ‘perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang luka dan sakit di medan pertempuran darat (Kovensi I); perbaikan keadaan anggota angkatan perang di laut yang luka, sakit dan korban karam (Konvensi II); perlakuan terhadap tawanan perang (Konvensi III) dan perlindungan orang-orang sipil di waktu perang (Konvensi IV)’.

• Dengan kata lain, tidak ada pula kewajiban internasional untuk melindungi anggota TNI kita – yang terluka di medan pertempuran darat, laut dan yang menjadi korban kapal karam, menjadi tawanan perang bahkan tidak ada kewajiban internasional untuk perlindungan rakyat sipil di Indonesia.

• Sebuah pilihan yang berat bukan ? tinggal pilih saja, mau mengedepankan kepentingan negara dengan mengikuti aturan internasional dimana Indonesia menjadi bagian dari masyarakat internasional - dengan konsekuensi mengalahkan kepentingan sebagian kelompok - atau membela kepentingan sebagian kelompok dan mengalahkan kepentingan Negara?


• Hanya Negara pihak Konvensi Jenewa 1949 saja yang berhak menggunakan lambang pembeda untuk kesatuan medis angkatan perang negaranya dan hanya Negara pihak Konvensi Jenewa 1949 saja yang berhak mendirikan perhimpunan nasional di negaranya.

• Negara yang menjadi pihak Konvensi Jenewa 1949 harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal pada Konvensi Jenewa 1949 dan Negara yang telah mendaftarkan perhimpunan nasionalnya menjadi anggota Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal Statuta Gerakan.

• Apapun lambang pembeda yang dipilih oleh Negara untuk kesatuan medis angkatan perang dan perhimpunan nasionalnya, setiap Negara hanya boleh memilih satu lambang pembeda dan mendirikan hanya satu perhimpunan nasional.

• Penggunaan lambang pembeda, tidak terkait dengan demokrasi. Penggunaan lambang pembeda harus dimonopoli oleh Negara demi jaminan perlindungan sesuai dengan pasal-pasal yang tercantum dalam Konvensi Jenewa 1949.

• Suatu Negara pihak Konvensi Jenewa 1949 memiliki kewajiban untuk melindungi penggunaan lambang pembeda dengan cara mengatur ketentuannya dalam suatu undang-undang nasional. Undang-undang harus mengatur perlindungan diwaktu damai dan waktu perang.

• Jika suatu Negara tidak dapat melindungi penggunaan lambang pembeda dan sebaliknya malah melanggar aturan-aturan yang ada dalam pasal-pasal konvensi atau pun melanggar Statuta Gerakan, maka sebaiknya Negara tersebut secara konsisten memilih untuk mencabut ratifikasinya sebagai Negara pihak Konvensi Jenewa 1949.

Bagaimana dengan Indonesia?

1. Lambang bulan sabit merah merupakan lambang pembeda yang penggunaannya dilindungi oleh Konvensi Jenewa 1949 1949.

2. Sebagai lambang pembeda, maka Lambang bulan sabit merah berfungsi sebagai tanda pelindung, dimana penggunanya mendapatkan perlindungan untuk tidak boleh dijadikan sasaran pertempuran pada saat terjadi perang.

3. Selain sebagai tanda pelindung, lambang bulan sabit merah juga berfungsi sebagai tanda pengenal, dimana penggunanya menandakan bahwa yang bersangkutan adalah terkait dengan pihak-pihak yang dilindungi oleh Konvensi Jenewa 1949 1949 yaitu kesatuan medis angkatan perang suatu Negara dan perhimpunan nasional suatu Negara.

4. Perhimpunan nasional adalah perkumpulan sukarelawan yang dibentuk oleh Negara pihak Konvensi Jenewa 1949 sebagai organisasi kemanusiaan yang diproyeksikan membantu kesatuan medis angkatan perang negaranya. Untuk itu, lambang yang digunakan oleh perhimpunan nasional suatu Negara harus mengacu kepada lambang pembeda yang digunakan oleh kesatuan medis angkatan perang Negaranya. Jika suatu Negara menentukan lambang bulan sabit merah sebagai lambang pembeda bagi kesatuan medis angkatan perang Negaranya, maka perhimpunan nasional Negara tersebut juga harus menggunakan lambang bulan sabit merah sebagai lambangnya.

5. Perhimpunan nasional yang menggunakan lambang bulan sabit merah juga harus menjadi satu-satunya perhimpunan nasional yang didirikan di Negara tersebut. Perhimpunan nasional tersebut juga merupakan anggota dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Oleh karenanya harus selalu memegang teguh Tujuh Prinsip Dasar Gerakan, yaitu Kemanusiaan, Kesamaan, Kenetralan, Kemandirian, Kesukarelaan, Kesatuan dan Kesemestaan.

6. Perhimpunan nasional yang menggunakan lambang bulan sabit merah, harus memposisikan lambang bulan sabit merah sebagai lambang yang netral. Netral dalam bersikap dan netral dalam bekerja. Tidak mengidentifikasikan diri sebagai golongan, kelompok politik atau agama manapun. Juga tidak mendukung salah satu pihak atau aksi maupun pandangan dan pendapat dari suatu pihak dan sebaliknya tidak memusuhi aksi maupun pandangan dan pendapat dari pihak lainnya.

7. Untuk menjamin kenetralan dan perlindungan diwaktu perang, maka lambang bulan sabit merah pun harus dilindungi penggunaannya diwaktu damai, agar tidak digunakan oleh pihak-pihak yang tidak berhak menggunakannya. Bentuk perlindungan Negara terhadap lambang bulan sabit merah adalah memuatnya dalam suatu perundang-undangan nasional di Negara tersebut.

8. Selain perlindungan terhadap lambang bulan sabit merah, undang-undang nasional Negara tesebut pun harus memuat pula tentang perlindungan terhadap lambang pembeda lain, yaitu lambang palang merah.

9. Negara yang menetapkan lambang bulan sabit merah untuk lambang pembeda bagi kesatuan medis angkatan perang negaranya dan perhimpunan nasional negaramya, tidak boleh mengijinkan penggunaan lambang bulan sabit merah atau pun lambang palang merah dengan tujuan apapun oleh pihak manapun di dalam negaranya, kecuali yang tersebut dalam Konvensi Jenewa 1949 1949.

10. Untuk itu, sama halnya seperti lambang pembeda lain yaitu lambang palang merah, maka pada lambang bulan sabit merah juga berlaku aturan ‘satu Negara - Satu Lambang - Satu Perhimpunan’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar