I. Jean Henry Dunant
Jean Henry Dunant lahir pada tanggal 8 Mei 1828 di Geneva Swiss. Sejak kecil ia sudah dididik oleh ayahnya untuk merawat anak yatim piatu. Ayahnya adalah Ketua Yayasan perawatan anak yatim piatu dan ibunya aktif dalam perawatan anal-anak perempuan yatim piatu.
Pada tanggal 28 Juni 1859 ia pergi ke Italia sebagai seorang turis yang hendak menikmati liburan musim panas, tetapi kebetulan pada saat itu sedang terjadi perang antara Perancis dan Sardinia melawan Austria . Ia melihat perang itu secara langsung. tentara yang terlibat dalam perang itu sekitar 309.000 orang yang berperang selama 5 jam dan korban yang berjatuhan sekitar 40.000 orang.Perang ini terjadi secara langsung di lapangan terbuka.
Setelah perang selesai korban ditinggalkan begitu saja, inilah yang mengetuk hati kemanusiaan Jean Henry Dunant untuk menolong sesama manusia. Pengalamannya ini ditulis dalam sebuah buku yang diberi judul “Un Souvenir de Solferino” (Sebuah kenangan di Solferino) yang diterbitkan pada tahun 1862.
Pada tahun 1901 Jean Henry Dunant mendapatkan nobel untuk perdamaiaan. Pada tanggal 30 Oktober 1910 ia wafat. Ia dikenal sebagai Bapak Palang Merah Sedunia, sehingga setiap tanggal 8 Mei (hari kelahirannya) di peringati sebagai hari Palang Merah Sedunia.
II. Henry Dufour
Henry Dufour pertama kali memasuki dinas ketentaraan yang akan dijalani seumur hidupnya pada tahun 1810, direkrut sebagai tentara Perancis lima tahun sebelum Napoleon mengalami kekalahan di Waterloo. Dufour, lahir di Constance tahun 1813 dan diobati di sebuah tahanan militer Inggris.
Insinyur Sipil lulusan Encole Polytechnigue Paris ini menghabiskan banyak waktunya untuk membangun rel kereta api, jembatan dan perumahan.Swiss, pada waktu itu belum berbentuk konfederasi dan Dufour memainkan peranan kunci dalam kampanye tentara Swiss untuk berjuang bagi sebuah negara bersatu. Pada tahun 1830, ia mengajukan usul bagi bendera federal yang kemudian menjadi bendera negara tersebut dan sangat terkenal yaitu palang putih diatas latar belakang merah.
Dufour, seorang jendral, menjadi kepala staf tentara Swiss pada saat hura-hura revolusi, perang kemerdekaan dan guncangan akibat pergantian rezim yang terjadi di seluruh Eropa. Namun, ia adalah polisi yang sangat dihormati, pada awal 1860-an ia bertemu dengan J.H Dunant dan membentuk Palang Merah.
III. Gustave Moynier
Gustave Moynier sangat tertarik dengan buku “A Memory of Solferino”. Ia dan J.H Dunant bertemu. Gabungan gagasan mereka memainkan peranan penting dalam pembentukan palang merah. Moynier lahir tahun 1828 dan lulusan sarjana hukum Jenewa dan Paris. Ia menjadi seorang Pilantropis dan pembela hak-hak kemanusiaan dan sosial. Beliau menjadi presiden ICRC selama 46 tahun sejak awal berdiri sehingga Moynier dianggap sebagai arsitek utama organisasi tersebut.
Pada tahun 1873 Moynier membantu pembentukan Institute of International Law di Jenewa yang kemudian dianggap sebagai tokoh pembela hak azasi manusia. Moynier sadar akan kebutuhan prioritas penyebaran makna hak azasi menusia seutuhnya. Kemampuannya sangat diakui sehingga ia memperoleh gelar Doktoral dari Universitas di Eropa dan penghargaan lainnya dari Perancis, Serbia dan Swedia. Tahun 1879, salah satu dari prioritasnya adalah Afrika.
IV. Dr. Theodore Maunoir
Seorang pendiri dan anggota gerakan Palang Merah dan Bulat Sabit Merah, lahir di Jenewa pada tahun 1806. Ia belajar kedokteran di Inggris dan Perancis. Dia menjadi ahli bedah dan anggota Dewan Kesehatan pada komisi Kesehatan Lingkungan dan Kebersihan masyarakat di Jenewa. Talleyrand, diplomat terkenal melihat bakat Maunoir dalam dunia diplomasi tapi gagal membujuknya karena dia lebih memilih kedokteran.
Maunoir adalah teman Louis Appia, seorang pendiri lain seperti dirinya. Buku sejarah ICRC “From Solferino to Tushima” karya Pierre Boisser menggambarkan Maunoir sebagai seorang yang mempunyai kualitas tinggi. Selain cerdas, ia juga tampan. Isi surat-suratnya mencerminkan bahwa ia memiliki rasa humor yang tinggi .Pemikirannya yang jelas dan akurat sangat membantu Dunant, Dufour, Moynier dan Appia untuk mendirikan sebuah organisasi yang kemudian menjadi sebuah gerakan sukarela terbesar di dunia sampai dengan kematiannya tahun 1919.
V. Biografi Dr.Louis Appia
Lahir pada tahun 1818 di Frankfurt dan memperolah gelar dokter di Heidelberg pada tahun 1843. Appia menaruh minat khusus pada perkembangan teknik bedah terhadap korban perang. Pada tahun 1859, pada suatu konflik, Appia memobilisasi sumber daya dan bantuan dana untuk menolong mereka yang terluka dan beliau sendiri bekerja di Rumah Sakit Lapangan. Kerja sukarela untuk misi-misi seperti ini adalah bagian penting dalam hidupnya.
Dua tahun kemudian Appia diangkat sebagai Medical Society di Jenewa. Kemudian pada tahun 1863 beliau diminta untuk bekerja dalam sebuah komisi yang membahas gagasan Henry Dunant bagi peningkatan kondisi tentara-tentara terluka di medan perang. Komisi ini kemudian menjadi ICRC. Pada bulan oktober 1863, Appia menyarankan agar para sukarelawan di Zona Perang seharusnya memakai pita lengan putih untuk mengidentifikasi mereka. Dufour kemudian menyarankan agar sebuah tanda pita lengan palang Merah saja yang digunakan.
VI. Biografi Florence Nightningale
Florence Nightningale lahir pada tanggal 12 mei 1820 di kota Florence, Italia. Ia berkebangsaan Inggris dan merupakan keturunan dari golongan bangsawan Inggris. Didalam dirinya dihadapkan dengan dua pilihan. Jalan hidup yang pertama, penghidupan yang enak dan penuh dengan kesenangan tetapi kosong tanpa tujuan atau penghidupan yang mempunyai tujuan tetapi harus dikejar dengan segala tenaga. Dan ternyata Florence memilih yang kedua, ia memilih pekerjaan merawat orang sakit yang dipandang sebagai kewajiban hidup, walaupun pekerjaan itu dahulu dianggap sebagai pekerjaan yang hina, terlebih jika pekerjaan ini dilakukan oleh kaum bangsawan.
Pada tahu 1840 Ny. Elizabeth Fry mendirikan perkumpulan untuk mendidik juru rawat wanita. Dengan beliaulah Florence sering berhubungan.
Saat terjadi perang antara Inggris dan Perancis di Krim (Rusia), Departemen peperangan meminta agar Florence ikut membantu untuk merawat korban perang dan ia bersedia. Tugas pertama dimulai di Scutari, Korban banyak mengalami luka dan tanpa mendapatkan perawatan yang layak, sedangkan dengan korban perang yang mati kebanyakan disebabkan oleh wabah penyakit. Setiap malam ia memeriksa, mengunjungi dan menghibur pasien dengan membawa lentera sehingga ia dijuluki sebagai “ The Lady With The Lamp”.
Tanggal 17 Agustus 1856 ia pulang ke Inggris, dimana rakyat Inggris sudah mempersiapkan penyambutan atas kedatangannya dan rakyat inggris telah mengumpulkan dana sebesar 40.000 poundsterling untuk mendirikan sekolah perawat yang merupakan impian Florence.
Pada tahun 1883 ia dianugerahi pengharaan The Royal Red Cross dan pada tahun 1907 ia mendapatkan penghargaan Order Of Merf , keduanya merupakan penghargaan dalam bidang kemanusiaan. Pada tanggal 13 Agustus 1910 ia wafat. Ia dikenal sebagai juru rawat sedunia, sehingga setiap tanggal 12 mei diperingati sebagai hari juru rawat sedunia.
Setiap menolong atau dimintai pertolongaan, Florence menolong atas nama pemerintah bukan atas nama dirinya. Florence tidak pernah menikah dan berkeluarga. Seluruh tenaga dan pikirannya ia gunakan untuk merawat orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar